Kamis, 20 November 2008

Gangguan makan ada dua macam, yang salah satunya yaitu Anoreksia Nervosa yang berarti hilangnya selera makan, dan nervosa mengindikasikan bahwa hilangnya selera makan tersebut memiliki sebab emosional.Secara kontras,seraya melaparkan diri sendiri, sebagian besar pasien gangguan ini menjadi sibuk dengan urusanmakanan: mereka dapat membaca buku-buku masakan secara konstan dan menyiapkan aneka makanan untuk keluarga mereka.

Ada ciri yang diperlukan untuk menegakkan diagnosis berikut :

1. orang yang bersangkutan menolak untuk mempertahankan berat badan normal.

2. orang-orang yang menderita anoreksia sangat takut bila berat badannya bertambah dan rasa takut tersebut tidak berkurang dengan turunnya berat badan. Mereka tidak pernah merasa cukup kurus.

3. pada pasien yang menderita anoreksia nervosa memiliki pandangan yang menyimpang tentang bentuk tubuh mereka.

4. pada perempuan kondisi tubuh yang sangat kurus menyebabkan amenorea,yaitu berhentinya periode menstruasi

Distorsi citra tubuh yang menyertai anoreksia nervosa telah diukur dengan beberapa cara, paling sering menggunakan kuesioner seperti Eating disorders inventory (Garner, Olmsted, & Polivy, 198). Pasien yang menderita anoreksia nervosa menilai berat badan mereka secara berlebihan dan memilih figure yang kurus sebagai bentuk ideal.DSM-IV-TR membedakan dua tipe anoreksia nervosa.Dalam tipe terbatas, penurunan berat badan dicapai dengan sangat membatasi asupan makanan.Subtipe makanan berlebihan-pengurasan tampaknya lebih bersifat psikopatologis; para pasien menunjukkan gangguan kepribadian,perilaku implusif,mencuri,penyalahgunaan alcohol dan obat-obatan,menarik diri dari pergaulan social, dan upaya bunuh diri lebih banyak disbanding para pasien anoreksia tipe terbatas (a.l.,Herzog dkk.,2000;Pryor,Wiederman, & McGilley,1996).
Anoreksia nervoasa umumnya timbul pada awal hingga pertengahan masa remaja, sering kali timbul setelah suatu episode diet dan terjadinya stress kehidupan.Bila anoreksia nervosa terjadi pada laki-laki, simtomatologi dan berbagai karakteristik lain, seperti penuturan tentang konflik keluarga, secara umum sama dengan yang dituturkan kaum perempuan yang mengalami gangguan tersebut (Olivardia dkk.,1995). Para pasien anoreksia nervosa sering kali didiagnosis dengan depresi,gangguan obsesif-komplusif,fobia,gangguan panic,alkoholisme,dan berbagai gangguan kepribadian (Godart dkk.,2000 ; Ivarsson dkk.,2000;Walters & Kendler,1994).Laki-laki yang menderita anoreksia nervosa juga memiliki kemungkinan didiagnosis menderita gangguan mood,skizofreniaatau ketergantunganzat (Striegel-Moore dkk.,1999).

Anoreksia Nervosa dan Depresi. Ketertarikan yang kuat antara anoreksia nervosa dan depresi telah memancing beberapa peneliti mempertimbangkan kemungkinan bahwa anoreksia menyebabkan depresi (a.l.,melalui pertubahan biokomiawi yang disebabkan oleh kelaparan atau rasa bersalah dan rasa malu yang menyertainya).Kedua gangguan tersebut juga dapat memiliki diathesis yang sama atau penyebab lingkungan yang sama, seperti lingkungan keluarga yang terganggu atau stress lain dalam hidup.Memperkuat kemungkinan adanya suatu diathesisbahwa kerabat para genetic, berbagai studi menunjukkan bahwa kerabat para pasien yang menderita anoreksia nervosa beresiko tinggi menderita depresi dan tanggung jawab genetic dalam anoreksia dan depresi b erhubungan secara signifikan (a.l.,Hudson dkk.,1987 ; Wade dkk.,2000).

Perubahan Fisik dalam Anoreksia Nervosa. Melaparkan dirisendiri dan penggunan obat pencahar menimbulkan berbagai konsekuensi biologis yang tidak dikehendaki pada para pasien anoreksia nervosa.Tekanan darah sering kali turun, denyut jantung melambat, ginjal dan system pencernaan menjadi bermasalah, massa tulang kurang, kulit mongering, kuku jari menjadi mudah patah, kadar hormone berubah, dan dapat terjadi anemia ringan.Beberapa pasien mengalami kerontokan rambut, dan dapat memiliki lanugo, yaitu bulu-bulu lembut dan halus tumbuh mereka.

Prognosis. Sekitar 70 persen pasien anoreksia akhirnya dapat sembuh.Meskipun demikian, penyembuhan dapat berlangsung selama 6 atau 7 tahun, dan kekambuhan umum terjadi sebelum tercapainya pola makan yang stabil dan dipertahankannya berat badan (Strober, Freeman, & Morrel, 1997).


Etiologi Gangguan Makan
Seperti dalam berbagai psikopatologi lain, satu factor tunggal tidak mungkin menjadi penyebab gangguan makan.Beberapa bidang penelitian dewasa ini – genetic, peran otak, tekanan sosiokultural untuk menjadi langsing, kepribadian, peran keluarga, dan peran stes lingkungan –menunjukkan bahwa gangguan makan terjadi bila beberapa faktor yang berpengaruh terjadi dalam kehidupan seseorang.

Faktor-faktor Biologis terdiri dari : 
  1.Genetik
Anoreksia nervosa dapat terjadi dalam satu keluarga.Kerabat tingkat pertama dari perempuan muda yang menderita anoreksia nervosa memiliki kemungkinan sepuluh kali lebih besar disbanding rata-rata untuk menderita gangguan tersebut (a.l., Strober dkk.,2000).Penelitian juga menunjukkan bahwa cirri-ciri penting gangguan makan, seperti ketidak puasan atasbentuk tubuh, keinginan yang kuat untuk menjadi langsing, makan berlebihan, dan preokupasi dengan berat badan dapat diturunkan dalam keluarga (Klump, McGue, & Iacono,2000; Rutherford dkk.,1993).
  2.Gangguan makan dan otak
Hipotalamus adalah pusat otak yang penting dalam pengaturan rasa lapar dan makan.Kadar beberapa hormon yang diatur oleh hipotalamus,seperti kortisol,memang tidak normal pada penderita anoreksia; namun bukan merupakan penyebab anoreksia, melainkan merupakan akibat kondisi melaparkan diri sendiri, dan kadarnya kembali normal seiring dengan bertambahnya berat badan (Doerr dkk.,1980;Stoving dkk.,1999).Opioid edogenus dan serontonim yang keduanya berperan dlam timbulnya rasa lapar dan rasa kenyang, telah teruji terkait gangguan makan.Rendahnya kadar kedua cairan kimia otak tersebut ditemukan pada pasien gangguan makan, namun terdapat keterbatasan bukti-bukti yang menunjukkan bahwa factor-faktor tersebut menyebabkan gangguan makan.

Pada Tingkat Psikologis, beberapa factor memiliki peran penting.Seiring dengan berubahnya standart kultural yang menilai bentuk tubuh langsing sebagai sesuatu yang ideal bagi perempuan,frekuensi gangguan makan meningkat.Objektivikasi tubuh perempuan juga menimbulkan tekanan bagi perempuan untuk ,melihatr diri mereka melalui kacamata sosiokultural.Prevalensi gangguan makan lebih tinggi di Negara-negara industri, di mana tekanan cultural untuk bertubuh langsing sangat kuat.

Teori Psikodinamika, mengenai gangguan makan menitikberatkan hubungan orangtua-anak dan kakteristik kepribadian.Teori Bruch, contohnya, menyatakan bahwa orangtua dari anak-anak yang kemudian menderita gangguan makan memaksakkan keinginan mereka pada anak-anak tanpa mempertimbangkan kebutuhan ank-anak mereka.Anak-anak yang dibesarkan dengan cara ini tidak belajar untuk mengidentifikasikan kondisi internal mereka sendiri dan menjadi sangat tergantung pada standart yang ditetapkan oleh oranglain.Meskipun demikian, penelitian mengenai karakteristik keluarga yang memiliki anak yang menderita gangguan makan menghasilkan data yang berbeda tergantung pada cara pengumpulan data.Penelitian tentang kepribadian mengidentifikasikan bahwa para penderita gangguan makan memiliki neurotisisme dan kecemasan tinggi serta harga diri yang rendah.

Teori Kognitif Behavioral, mengenai anoreksia nervosa menyatakan bahwa rasa takut menjadi gemuk dan distrosi citra tubuh menjadikan penurunan berat badan sebagai penguat yang sangat berdaya.



Penanganan Biologis Anoreksia Nervosa
Penanganan anoreksia sering kali memerlukan rawat inap di rumah sakit untuk mengurangi komplikasi medis gangguan tersebut.Obat-obatan juga digunakan untuk menangani anoreksia,namun tidak banyak berhasil.

Penanganan Psikologis Anoreksia Nervosa
Terapi keluarga merupakan bentuk utama dalam penanganan anoreksia.Dalam teori ini, yang sering disebut teori sistem keluarga, anak dianggap rentan secara fisiologis (meskipun ciri-ciri pasti mengenai kerentanan tersebut tidak dijelaskan), dan keluarga si anak memiliki beberapa karateristik yang memicu terjadinya gangguan makan.
Menurut Munichin dkk (1975) keluarga dari anak-anak yang menderita gangguan makan menunjukkan beberapa karakteristik sebagai berikut ini :
1. Keterikatan, keluarga memiliki bentuk ekstrem keterlibatan yang berlebihan dan keintiman di mana orang tua berbicara mewakili anak-anaknya karena mereka yakin bahwa mereka mengetahui dengan pasti apa yang dirasakan ank-anak mereka.
2. Terlalu protektif, anggota keluarga memiliki tingkat kepedulian ekstrem terhadap kesejahteraan satu sama lain.
3. Rigiditasi, keluarga memiliki kecenderungan untuk mencoba mempertahankan status quo dan menghindari untuk menghadapi secara efektif setiap peristiwa yang menghendaki perubahan (a.l,tuntunan yang dianjurkan para remaja untuk meningkatkan otonomi).
4. Kurangnya penyelesaian konflik, keluarga menghindari konflik atau berada dalam situasi konflik yang kronis.
Dalam pandangan Minuchin, anggota keluarga yang mengalami gangguan makan mengalihkan perhatian dari berbagai konflik yang mendasari hubungan keluarga.Untuk menangani gangguan tersebut,Minuchin berupaya mendefinisi ulang gangguan tersebut sebagai sesuatu yang bersifat interpersonal dan bukan individual dan mengangkat konflik keluarga ke permukaan.Untuk mempertahankan masalahnya karena hal itu tidak lagi mengalihkan perhatian dari masalah utama yaitu keluarga yang disfungsional.
Bagaimana cara melakukannya?Terapis bertemu dengan keluarga dalam acara makan siang keluarga karena konflik yang berhubungan dengan anoreksia diyakini paling terlihat ketika acara makan berlangsung.Acara makan siang tersebut memiliki tiga tujuan besar :
1. Mengubah peran pasien dari penderita anoreksia
2. Mendefinisikan ulang masalah makan sebagai masalah interpersonal
3. Mencegah orang tua memanfaatkan anoreksia yang dialami anaknya sebagai alat untuk menghindari konflik.
Salah satu strategi adalah mengilustrasikan pada kedua orang tua untuk secara individu mencoba memaksa si anak untuk makan.Salah satu orang tua dapat meninggalkan ruangan.Upaya individu tersebut diharapkan mengalami kegagalan.Namun,melalui kegagalan dan rasa frustasi tersebut, ibu dan ayah kemudian dapat berkerjasama membujuk anaknya untuk makan.Dengan demikian,daripada menjadi fokus konflik,acara makan si anak akan menimbulkan kerjasama dan meningkatkan efektivitas orang tua dalam menghadapi si anak (Rosman,Minuchin,&Liebman.1975).
Studi pemantauan yang di kendalikan dengan lebih baik mengenai terapi keluarga berorientasi psikodinamika baru-baru ini mengonfirmasikan berbagai temuan terdahulu tersebut : para pasien dengan onset anoreksia pada usia lebih muda dan pernah menderita gangguan tersebut dalam waktu singkat mempertahankan manfaat yang mereka peroleh dari terapi keluarga selama lima tahun setelah berakhirnya penanganan (Eisler dkk.,1997).Suatu terapi keluarga yang lebih mutakhir, yang terutama dilandasi teori Minuchin, baru-baru ini dikembangkan di Inggris, dan bukti-bukti awal menunjukkan bahwa terapi tersebut berguna/kuat (lock & LeGrange,2001 ; Lock dkk.,2001).